Menteri PPN Tekankan Kolaborasi Tata Kelola Sawit Dukung Ekonomi Hijau

Senin, 03 November 2025 | 12:16:09 WIB
Menteri PPN Tekankan Kolaborasi Tata Kelola Sawit Dukung Ekonomi Hijau

JAKARTA - Tata kelola kelapa sawit nasional kembali menjadi sorotan pemerintah seiring dorongan untuk mendukung pembangunan ekonomi hijau. Menteri

Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menegaskan bahwa penyelesaian tata kelola sawit tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus dijalankan bersama-sama antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pemangku kepentingan.

“Penguatan tata kelola sawit merupakan bagian penting dalam mendukung arah kebijakan pembangunan nasional ke depan,” ujar Rachmat saat peluncuran buku “Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan” karya Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Menurutnya, sawit bukan sekadar komoditas industri, tetapi juga bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024, kelapa sawit masuk dalam daftar komoditas strategis yang berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja, pendapatan nasional, dan pembangunan berkelanjutan.

Kolaborasi lintas lembaga menjadi kunci agar pengelolaan sawit tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Saat ini, banyak persoalan tata kelola yang masih terjadi, mulai dari tumpang tindih lahan, kompleksitas perizinan, konflik agraria, hingga kelemahan kemitraan antara perusahaan dan petani.

Bappenas menilai tata kelola yang efektif akan menjadi fondasi utama dalam mewujudkan bioekonomi berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Dengan tata kelola yang kuat, industri sawit diharapkan bisa menjadi pendorong transformasi ekonomi hijau di Indonesia.

Kajian Ombudsman dalam buku yang diluncurkan merekomendasikan pembentukan Badan Sawit Nasional sebagai otoritas tunggal di bawah Presiden. Badan ini diharapkan mampu mengintegrasikan peran 15 kementerian/lembaga, 23 pemerintah provinsi, serta ratusan pemerintah kabupaten/kota yang selama ini bekerja secara terfragmentasi. Tujuannya adalah menyatukan kebijakan, memperkuat koordinasi, dan memastikan setiap kebijakan sawit dilaksanakan secara konsisten di seluruh Indonesia.

Selain itu, Badan Sawit Nasional juga akan memperkuat peran strategis Satuan Tugas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Satgas PKH). Satgas ini memiliki mandat menata lebih dari 2,3 juta hektare lahan tumpang tindih dengan kawasan hutan, yang selama ini menjadi salah satu sumber konflik dalam pengelolaan sawit.

Rachmat menekankan bahwa tata kelola sawit yang baik akan membawa manfaat luas. “Peluncuran buku ‘Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan’, diharapkan muncul refleksi penting bahwa tata kelola sawit yang kuat merupakan kunci keberhasilan transformasi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diarahkan dalam RPJPN 2025–2045,” ujarnya.

Selain pembentukan badan tunggal, buku ini juga menyoroti perlunya kebijakan yang mendorong kolaborasi antara perusahaan, petani, dan pemerintah daerah. Hal ini penting untuk menciptakan mekanisme kemitraan yang adil dan berkelanjutan, serta mengurangi potensi konflik agraria di lapangan.

Dengan adanya kerangka kerja yang jelas dan integrasi lintas lembaga, tata kelola sawit diharapkan lebih transparan, efisien, dan ramah lingkungan. Ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menjadikan sawit sebagai pilar bioekonomi nasional yang berkelanjutan, sekaligus meningkatkan daya saing industri sawit di pasar global.

“Buku ini juga diharapkan menjadi masukan berharga bagi berbagai pihak dalam memperkuat kebijakan dan kelembagaan sawit nasional, sekaligus mendorong kolaborasi menuju pengelolaan sawit yang bersih, berdaya saing, dan berkelanjutan,” tambah Menteri PPN.

Langkah ini tidak hanya menguntungkan sektor industri, tetapi juga masyarakat luas. Tata kelola sawit yang efektif akan menciptakan kesempatan ekonomi yang lebih merata, memberikan kepastian hukum, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Transformasi ekonomi hijau, menurut Rachmat, tidak bisa dicapai secara parsial. “Semua pihak harus bekerja sama, dari pemerintah pusat hingga daerah, serta melibatkan sektor swasta dan masyarakat,” ujarnya. Dengan kolaborasi yang baik, industri sawit diharapkan tidak hanya menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, tetapi juga model pembangunan berkelanjutan yang bisa dicontoh sektor lainnya.

Oleh karena itu, penguatan tata kelola sawit menjadi prioritas strategis dalam RPJPN dan RPJMN, sekaligus langkah konkret untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Buku peluncuran ini diharapkan memicu diskusi, inovasi, dan aksi nyata bagi semua pemangku kepentingan agar sawit Indonesia tumbuh sebagai komoditas unggulan yang bersih, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Terkini

Cara Membatalkan Pesanan di Blibli Lewat HP dan Komputer

Senin, 03 November 2025 | 22:12:54 WIB

10 Strategi Digital Marketing UMKM biar Naik Kelas

Senin, 03 November 2025 | 22:12:53 WIB

Aturan Penagihan Utang Debt Collector Terbaru 2025

Senin, 03 November 2025 | 22:12:52 WIB

6 Cara Top Up Flazz BCA Mobile dan Tips dan Anti Ribet!

Senin, 03 November 2025 | 19:35:15 WIB