Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah Siapkan Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Penerima Manfaatnya

Pemerintah Siapkan Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Penerima Manfaatnya
Pemerintah Siapkan Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Penerima Manfaatnya

JAKARTA - Pemerintah tengah menggulirkan wacana besar untuk melakukan pemutihan iuran BPJS Kesehatan bagi jutaan warga Indonesia.

Kebijakan ini disebut-sebut sebagai langkah solutif untuk meringankan beban masyarakat, khususnya kelompok miskin yang selama ini kesulitan melunasi tunggakan iuran.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa penghapusan iuran akan diberlakukan bagi peserta dari kalangan masyarakat miskin dan sektor informal yang telah lama menunggak dan terbukti tidak mampu membayar.

“Paling tidak, sektor informal memang mengalami kesulitan. Ada yang sudah masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran), tapi masih punya utang dan terus ditagih,” ujar Ghufron dalam keterangannya di Hotel Mercure Kemayoran.

Ia menambahkan, selain peserta PBI, kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah juga masih memiliki tunggakan dan denda. “Nah, itu yang akan dihapus,” ujarnya.

Dari data BPJS Kesehatan, jumlah tunggakan yang akan diputihkan mencapai Rp 7,6 triliun, belum termasuk denda dan kewajiban administratif lainnya yang kini tengah dalam proses verifikasi.

Kebijakan Pemutihan Masih Dalam Pembahasan

Wacana pemutihan ini masih berada dalam tahap pembahasan antara BPJS Kesehatan dan pemerintah pusat. Menurut Ghufron, pihaknya akan menggelar rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada Rabu (15/10/2025) untuk membahas detail pelaksanaan kebijakan tersebut.

Terpisah, Cak Imin menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen memastikan seluruh warga tetap mendapatkan akses layanan kesehatan tanpa terhalang tunggakan. “On going process, sedang diproses administrasinya,” ujarnya di kantor Kemenko PM, Jakarta.

Ia mengungkapkan, proses administrasi dan verifikasi data peserta sedang dilakukan secara menyeluruh dan ditargetkan rampung sebelum akhir November 2025. “Hari ini saya baru bertemu lagi dengan pihak BPJS Kesehatan untuk re-evaluasi, review, dan laporan-laporan. Ada 23 juta orang yang tunggakannya akan dihapus,” kata Cak Imin.

Pemerintah menargetkan pembicaraan mengenai mekanisme dan penghapusan denda iuran BPJS Kesehatan bisa selesai maksimal akhir November. “Target paling lama akhir bulan November lah pokoknya,” ujar dia optimistis.

Kritik DPR terhadap Penonaktifan Kepesertaan

Sementara itu, langkah BPJS Kesehatan dalam menonaktifkan kepesertaan 50.000 warga penerima bantuan iuran di Pamekasan, Jawa Timur, menuai kritik keras dari DPR RI.
Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya, menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) karena mengorbankan hak masyarakat atas layanan kesehatan akibat tunggakan pemerintah daerah.

Menurut Willy, tindakan BPJS Kesehatan menekan Pemkab Pamekasan untuk melunasi tunggakan senilai Rp 41 miliar dengan cara menonaktifkan kepesertaan masyarakat, merupakan langkah yang tidak sejalan dengan prinsip konstitusi.

“Langkah BPJS menyandera hak kesehatan warga demi menekan Pemkab adalah tindakan keliru secara konstitusional,” ujarnya.
Politikus Nasdem itu menegaskan, BPJS Kesehatan bukan lembaga asuransi komersial yang berorientasi pada keuntungan. “BPJS dibuat oleh negara untuk melayani warga. Jangan sampai cara berpikir dan bertindak seolah swasta murni—main putus layanan, ancam sana-sini, bukan begitu caranya,” tambahnya.

Kritik ini menjadi pengingat bagi pemerintah dan BPJS agar tetap menjunjung nilai kemanusiaan dalam setiap kebijakan, terutama ketika menyangkut pelayanan dasar publik seperti kesehatan.

Harapan Ombudsman untuk Kebijakan yang Humanis

Rencana pemutihan iuran BPJS Kesehatan mendapat sambutan positif dari Ombudsman Republik Indonesia. Lembaga pengawas pelayanan publik ini menilai kebijakan tersebut akan mengembalikan fungsi jaminan sosial sebagai instrumen pelayanan publik yang humanis dan berkeadilan.

“Di tengah dinamika ekonomi saat ini, kita perlu mengapresiasi kebijakan penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan,” ujar anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng.

Menurutnya, langkah ini menunjukkan bahwa jaminan sosial adalah hak konstitusional setiap warga negara, bukan semata kewajiban finansial. “Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 42 memang telah mengatur penyelesaian tunggakan iuran, namun tetap perlu dibuat aturan teknis yang lebih perinci agar mekanismenya jelas dan tidak menyimpang dari prosedur,” kata Robert.

Ombudsman juga mengingatkan bahwa dalam pelaksanaannya nanti, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek transparansi dan akuntabilitas agar kebijakan pemutihan tidak disalahgunakan. Pendataan peserta yang valid serta mekanisme verifikasi berlapis menjadi kunci agar pelaksanaan berjalan tepat sasaran.

Langkah ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan persoalan administrasi, tetapi juga memperkuat kembali kepercayaan publik terhadap BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara jaminan sosial milik negara.

Menuju Sistem Jaminan Sosial yang Lebih Inklusif

Jika kebijakan ini benar-benar terwujud, maka Indonesia akan mencatat langkah penting dalam upaya memperkuat sistem jaminan sosial yang inklusif. Pemutihan tunggakan bukan hanya soal penghapusan utang, tetapi juga bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya.

Pemerintah berharap, dengan dihapuskannya tunggakan 23 juta peserta, layanan kesehatan bisa dinikmati kembali tanpa hambatan administratif. Hal ini juga diharapkan mampu meningkatkan jumlah peserta aktif dan mendorong kepatuhan pembayaran iuran bagi masyarakat yang mampu.

Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa kebijakan serupa dijalankan secara berkelanjutan, dengan tata kelola yang bersih, transparan, dan berpihak pada masyarakat kecil. Dengan begitu, jaminan kesehatan nasional benar-benar menjadi milik seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index